Selasa, 24 April 2012

Psikologi olahraga


Oleh: Rubiyatno.S.Pd.jas
         Psikologi & Cedera atlet
BAB I
  PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Olahraga baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan dapat pula menimbulkan dampak yang merugikan bagi tubuh antara lain berupa cedera olahraga. Adapun penyebab cedera tersebut sangat bermacam-macam baik dari faktor fisik maupun psikis atlet tersebut. Faktor fisik merupakan penyebab utama cidera olahraga, tetapi faktor psikologis juga dapat berkontribusi terhadap penyebab cedera. Faktor psikologis juga  mempunyai peran penting dalam masa rehabilitasi cidera. Dengan demikian perlu dipahami tentang reaksi psikologis cidera dan cara-cara memfasilitasi masa pemulihan cedera tersebut agar dapat menolong atlet dari cedera sekaligus mengembalikan keadaan psikisnya..
Sejak lebih kurang dari setengah abad yang lalu  para psikolog telah membahas tentang adanya hubungan timbal balik antara jiwa dan raga,  atau antara gejala fisik dan psikis. Perasaan atau emosi memegang peranan penting dalam hidup manusia. Semua gejala emosional seperti: rasa takut, marah, cemas, stress, penuh harapan, rasa senang dan sebagainya, dapat mempengaruhi perubahan-perubahan kondisi fisik seseorang. Perasaan atau emosi dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologi seperti: ketegangan otot, meningkatnya denyut jantung, peredaran darah, pernafasan, serta berfungsinya kelenjar-kelenjar hormon tertentu. Sehubungan dengan hal itu semua maka jelaslah bahwa  gejala psikis akan mempengaruhi penampilan dan prestasi atlet (pelaku olahraga). Dalam hal ini pengaruh gangguan emosional perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat mempengaruhi "psychological stability" atau keseimbangan psikis secara keseluruhan, dan ini sangat berakibat terhadap pencapaian prestasi atlet maupun tingkat cedera yang akan dialami.



B.     Rumusan Masalah
  1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi cidera?
  2. Bagaimana hubungan stress dan cidera?
3.      Bagaimana reaksi psikologis atlet yang mengalami cidera?
4.    Bagaimana peran psikologi olahraga selama masa rehabilitasi?




























BAB II
  PEMBAHASAN
A.    Faktor-faktor penyebab cedera
      Adapun faktor – faktor penyebab cedera antara lain:
Faktor fisik
Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integumen, otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Cedera olahraga disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan metode latihan, kelainan struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan otot (Bahr et al. 2003)
1. Kesalahan Metode Latihan
Metode latihan yang salah merupakan penyebab paling sering cedera pada otot dan sendi. Beberapa hal yang sering terjadi adalah :
a.       Tidak dilaksanakannya pemanasan dan pendinginan yang memadai sehingga latihan fisik yang terjadi secara fisiologis tidak dapat diadaptasi oleh tubuh.
b.      Penggunakan intensitas, frekuensi, durasi dan jenis latihan yang tidak sesuai dengan keadaan fisik seseorang maupun kaidah kesehatan secara umum.
c.     Prinsip latihan overload sering diterjemahkan sebagai latihan yang didasarkan   pada prinsip “no gain no pain” serta frekuensi latihan yang sangat tinggi. Hal ini tidak tepat
mengingat rasa nyeri merupakan sinyal adanya cedera dalam tubuh baik berupa micro injury maupun macro injury. Pada keadaan ini tubuh tidak memiliki waktu untuk memperbaiki jaringan yang rusak tersebut (Stevenson et al. 2000).
2. Kelainan Struktural.
Kelainan struktural bisa meningkatkan kepekaan seseorang terhadap cedera olah raga karena pada keadaan ini terjadi tekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh tertentu.Sebagai contoh, jika panjang kedua tungkai tidak sama, maka pinggul dan lutut pada tungkai yang lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih besar. Faktor biomekanika yang menyebabkan cedera kaki, tungkai dan pinggul adalah pada saat pronasi (pemutaran kaki ke dalam setelah menyentuh tanah). Pronasi sampai derajat tertentu adalah normal dan mencegah cedera dengan cara membantu menyalurkan kekuatan menghentak ke seluruh kaki. Pronasi yang berlebihan bisa menyebabkan nyeri pada kaki, lutut dan tungkai. Pergelangan kaki sangat lentur sehingga ketika berjalan atau berlari, lengkung kaki menyentuh tanah dan kaki menjadi rata. Jika seseorang memiliki pergelangan kaki yang kaku, maka akan terjadi hal sebaliknya yaitu pronasi yang kurang. Kaki tampak memiliki lengkung yang sangat tinggi dan tidak dapat menahan goncangan dengan baik, sehingga meningkatkan resiko terjadinya retakan kecil dalam tulang kaki dan tungkai (fraktur karena tekanan) (Gleim et al. 1997).
3. Kelemahan Otot, Tendon & Ligamen.
Jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya, maka otot,tendon dan ligamen akan mengalami robekan. Sendi lebih peka terhadap cedera jika otot dan ligamen yang menyokongnya lemah. Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah mengalami patah tulang (fraktur). Latihan penguatan bisa membantu mencegah terjadinya cedera. Satu- satunya cara untuk memperkuat otot adalah berlatih melawan tahanan, yang secara bertahap kekuatannya ditambah (Meeuwisse 1994).
Faktor Psikis
Faktor psikologis ternyata berpengaruh terhadap tingkat cedera yang diderita oleh atlet, hal ini terbukti telah diteliti oleh Rotela dan teman-teman bahwa faktor kepribadian, level stress dan beberapa sikap tertentu adalah penyebab terjadinya cidera. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain adalah:
1.      Faktor kepribadian
Faktor kepribadian adalah faktor yang pertama yang berhubungan dengan cidera atlet. Para peneliti ingin memahami apakah konsep diri, pengaruh dari dalam maupun luar dan berpikir keras sangat berhubungan dengan cidera tersebut. Atlet yang mempunyai konsep diri yang rendah mudah terkena cidera dibandingkan dengan atlet yang  mempunyai konsep diri tinggi. Penelitian terbaru menunjukan bahwa faktor pesonaliti seperti optimisme, percaya diri, ketabahan dan kecemasan berperan dalam cidera atlet.
2.      Tingkat stress
        Telah diidentifikasi bahwa tingkat stres berperan penting dalam cidera atlet. Penelitian telah membuktikan hubungan antara tekanan hidup dan tingkat cidera. Pengukuran tingkat stres ini di fokuskan pada perubahan hidup,contohnya putus cinta, pindah ke kota baru, atau perubahan status ekonomi. Secara keseluruhan bukti-bukti menunjukan bahwa atlet dengan pengalaman tekanan hidup yang lebih tinggi lebih sering cidera dibandingkan atlet dengan tekanan hidup yang lebih rendah. Sebaiknya para instruktur profesional sebaiknya memahami perubahan ini, secara hati-hati memonitor dan memberikan pelatihan hidup secara psikologis. Penelitian juga telah mengidentifikasi stress muncul pada atlet ketika cidera dan ketika di rehabiitasi saat cidera. Contohnya kurangnya perhatian dan terisolasi. Teknik managemen pelatihan stress tidak hanya menolong atlet dan instrutur untuk lebih efektif secara penampilan tetapi juga mungkin menghindari resiko mereka terkena cidera dan sakit.
B.     Hubungan Stres dan cedera
Ada dua teori yang akan menjelaskan hubungan antara stress dan cidera.
  1. Perhatian yang tergangu
Satu hal yang pasti adalah bahwa stress akan mengangu perhatian seorang atlit dengan kurangnya perhatian akan sekelilingnya. Contohnya seorang pemain quaterback dalam American football mengalami tekanan stress yang tinggi akan berkemungkinan cidera karena dia tidak melihat pemain bertahan lainnya berlari di depannya sehingga kemungkinan besar akan terjadi benturan dengan pemain belakang lawan. Ketika tingkatan stressnya lebih rendah, seorang quarterback akan mempunyai fokus perhatian akan lapangan maupun musuh disekelilingnya sehingga dapat mengurangi benturan dari pemain bertahan lawan dan mengurangi resiko cidera.
  1. Ketegangan Otot
Stress tingkat tinggi dapat timbul bersamaan dengan ketegangan otot yang bertentangan dengan kondisi normal dan meningkatkan peluang untuk cidera. Guru dan pelatih yang mempunyai seorang atlet yang kehidupannya mengalami perubahan (seorang siswa yang orang tuanya bercerai), sebaiknya sangat memperhatikan sikap atlit tersebut , jika menunjukan tanda-tanda ketegangan otot atau sulit untuk fokus ketika tampil, adalah hal yang bijak diberikan pelatihan stress.
  1. Faktor psikologi lainnya yang merupakan penyebab cedera
Hal lain yang menyebabkan stress menurut ahli psikologi adalah beberapa sikap para pelatih, seperti “act tough and always give 110% atau “jangan menerima apa adanya atau berusaha keras dan selalu memberikan 110%” jika kamu cidera kamu tidak berharga, sikap-sikap ini juga sangat memungkinan menyebabkan atlet cidera.
1.       Act Tough and give 110%
Semboyan atau slogan seperti berusaha keras atau pulang, tidak sakit tidak ada penghargaan, pergi untuk bertempur adalah ucapan-ucapan pelatih untuk menyemangati. Para pelatih memaksa atlit-atlit mereka bekerja keras atau selalu mengambil resiko. Seharusnya kata-kata ini tidak ditekankan terlalu sering, sehingga atlet siap mengambil resiko, seperti menekel lawan dalam sepakbola sehingga terjadi cidera.
2.      Jika kamu cidera kamu tidak berharga
Beberapa orang merasa tidak berharga ketika mereka terluka, sikap ini berkembang melalui beberapa hal. Pelatih boleh menyampaikan, menyadarkan bahwa kemenangan adalah lebih penting di bandingkan kesejahteraan atlet. Ketika seorang pemain atau atlet cidera, tidak memberikan kontribusi untuk menang. Atlet yang cidera terkadang tetap bermain sehingga cideranya semakin parah.

C.     Reaksi psikologis atlet yang cidera
Cidera tidak dapat di pisahkan dari aktifitas fisik, meski pun memiliki peralatan yang lengkap, resiko cidera tidak dapat di pisahkan. Ahli psikologi dan pelatih atlet mengidentifikasi beberapa reaksi psikologis akibat cidera. Olahragawaan dan instruktur kebugaran harus mengamati beberapa respon/tangapan dari cidera tersebut yang antara lain:
1.                  Tanggapan emosional
Reaksi pertama atlet yang mengalami cidera adalah perasaan  sedih. reaksi kesedihan yang ditandai dengan empat tahapan kesedihan:
a.       Penolakan
b.      Kemarahan
c.       Depresi
Atlit yang mengalami cidera menunjukan reaksi kesedihan dan reaksi emosional. akan tetapi terkadang tidak selalu mengikuti atau sesuai tahapan di atas. Berikut tiga reaksi secara umum atlit yang mengalami cidera:
a)      Pengolahan informasi relevan cidera
Atlet yang cidera fokus pada informasi yang terkait dengan cideranya, kesadaran tingkat cidera, bagaimana cidera itu terjadi dan konsekuesi negative atau ketidak nyamanan
b)      Pergolakan emosi dan perilaku reaktif: Atlet menyadari bahwa dia cidera, menjadi gelisah, bimbang, merasa emosional, terisolasi dan merasa shock, tidak percaya, menolak dan merasa kasihan/mengkasihani diri sendiri.
c)      Harapan positif dan penerimaan
Atlet yang dapat menerima keadaan cidera akan memiliki sikap yang baik dan optimis. Penerimaan atas kondisi cidera ini masing-masing atlet bervariasi, ada yang dalam sehari dan ada yang berminggu-minggu atau bahkan beberapa bulan.


2.  Tanggapan yang lain atau reaksi lain
Reaksi tambahan psikologis atlet yang mengalami cidera, antara lain:
a)      Kehilangan identitas.
Beberapa atlet yang tidak dapat berpartisipasi karena cidera kehilangan identitas pribadi. Artinya, bagian penting dari diri mereka hilang, dan mempengaruhi kosep diri.
b)      Ketakutan dan kecemasan
Ketika cidera, banyak atlet mengalami ketakutan dan kecemasan tingkat tinggi. Mereka kawatir apakah mereka akan pulih, apakah akan kembali cidera, apakah ada seseorang yang akan menggantikan mereka secara permanen dalam lineup club.
c)      Kurangnya kepercayaan diri Mengingat ketidakmampuan untuk berlatih dan bersaing, dan status memburuk fisik mereka, atlet kehilangan kepercayaan diri setelah cidera. Menurunnya kepercayaan dapat berakibat penurunan motivasi, penurunan penampilan, atau cidera bertambah jika atlet berlebihan (kurang kepercayaan).
d)     Penurunan penampilan.
Karena penurunan kepercayaan dan kehilangan waktu latihan, atlet mengalami penurunan penampilan. Banyak atlet mengalami penurunan penampilan setelah cidera dan berharap untuk kembali ke level penampilan seperti sebelum cidera.
3.         Psikologi atlet saat cedera
Tangapan orang (atlet) pada saat cidera menunjukan emosi negatif, namun mereka tidak kesulitan dalam menghadapinya. Berikut tanda emosional atlet pada saat cidera.
· Perasaan marah dan kebingungan
· Obsesi dengan pertanyaan tentang kapan bisa kembali bermain
· Penolakan (misal, cidera adalah bukan masalah besar)
· Ingin segera kembali dan megalami masa sebelum cidera
· Mengeluh
· Merasa bersalah membiarkan tim terpuruk
· Menarik diri dari orang lain
· Cepat berubah suasana hati
Seorang instruktur kebugaran dan pelatih yang megetahui gejala-gejala ini harus menyarankan untuk di diskusikan ke psikolog olahraga atau konselor. Dalam hal ini bila ada rekasi tidak normal akibat cidera sebaiknya di rujuk ke psikolog olahraga.
D.    Peran psikologi olahraga dalam cidera dan rehabilitasi
 Psikologi memfasilitasi proses pemulihan cidera, lebih mengunakan pendekatan holistik untuk penyembuhkan baik pikiran maupun fisik. Memahami psikologi pemulihan cidera adalah sangat penting bagi semua yang terlibat dalam olahraga dan latihan.
1.      Pemulihan Psikologi
Peneliti melakukan wawancara, menilai sikap dan pandangan, stress dan control stress, dukungan sosial, positif self-talk (kata hati), imajinasi penyembuhan, penetapan tujuan dan keyakinan. Mereka menemukan bahwa atlet yang mempunyai positive self talk yang tinggi akan mengalami penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan atlet yang mempunyai self talk positive yang rendah. Selain itu faktor yang penting dalam proses rehabilitasi adalah emosi dan motivasi atlet selama masa rehabilitasi. Atlet yang mempunyai emosi yang baik dalam hal ini mematuhi peraturan medis selama proses penyembuhan akan dapat mempercepat proses penyembuhan, motivasi atlet selama proses rehabilitasi juga mempengaruhi keberhasilan pemulihan.
Pendekatan holistic adalah yang merupakan pendekatan yang sangat disarankan oleh ahli psikologi untuk pemulihan cidera atlet. Berikut langkah-langkah proses penyembuhan dan pemulihan secara psikologi.
a.       Tahap cidera
Membantu atlet menghadapi pergolakan emosi pada saat cidera.


b.      Tahap rehabilitasi dan pemulihan
Membantu atlet mempertahankan motivasi dan kepatuhan terhadap aturan rehabilitasi
c.       Tahap kembali ke aktifitas penuh
    Kesembuhan penuh tidaklah lengkap sampai atlet kembali ke keadaan normal dalam olahraganya. Di awal cidera atau fase penyakit, yang harus dilakukan adalah fokus pada membantu menangani pergolakan emosi atlet yang cidera. Atlet mengalami kondisi stress karena tidak memahami cidera atau kondisi cidera, sehingga dokter perlu memberi penjelasan kaitannya dengan seberapa parah cideranya. Tahap rehabilitasi dan pemulihan, pada tahapan ini atlet yang mengalami cidera dibantu dalam mempertahankan motivasi, dan aturan rehabilitasi. Penetapan tujuan dan mempertahankan sikap positif, terutama pada saat cidera atau kemunduran fisik. Tahap terakhir adalah kembali pada aktifitas penuh meskipun secara fisik atlet sudah sembuh, kesembuhan belum lengkap sampai dia kembali kondisi normal dalam berolahraga. Selain itu ada beberapa hal penting yang harus dipahami, memfasilitasi proses rehabilitasi, membangun hubungan dengan atlet yang cidera, mendidik atlet tentang proses dan pemulihan cidera, mengajarkan ketrampilan psikologis, mempersiapkan atlet untuk mengatasi kemunduran, membina dukungan sosial, dan belajar atau mendorong atlet untuk belajar dari atlet lain yang cidera.
2.      Membangun hubungan dengan atlet cidera
Ketika atlet cidera, mereka sering mengalami ketidakpercayaan atas cedera tersebut, frustasi, kemarahan, kebingungan, dan kerentanan. Emosi tersebut dapat menyulitkan bagi penolong untuk menjalin hubungan dengan atlet yang mengalami cidera. Dengan berempati dapat membantu memahami bagaimana perasaan orang yang cidera. Membangun hubungan, jangan terlalu memberi harapan dengan pemulihan cepat. Sebaiknya, bersikap positif dan melakukan pendekatan tim untuk pemulihan. Jadi perlunya kebersamaan dalam proses penyembuhan, sehingga atlet lebih termotivasi dan mempunyai pikiran positif.
3.      Mendidik atlet yang cidera tentang proses dan pemulihan cidera.
Atlet yang cidera atau pertama kali cidera, biasanya belum paham tentang apa yang terjadi pada dirinya. Memberikan pemahaman secara praktis dapat membantu atlet memahami cidera, misalkan atlet gulat yang mengalami cidera patah tulang, seorang pelatih memberi penjelasan dengan sebuah tongkat yang di patahkan menyerupai apa yang terjadi pada atlet. Secara tidak langsung atlet memahami apa yang terjadi atau kondisi pada dirinya sendiri. Selain itu perlu dijelaskan pada atlet yang cidera waktu kesembuhannya, misalkan dalam waktu 3 bulan sembuh atau pulih, tidak boleh di katakan atau di jelaskan dalam 1 bulan sembuh atau pulih, karena hal ini dapat berdampak pada sikap atlet dan dapat menyebabkan kemunduran pemulihan.
4.      Mengajar ketrampilan psikologis tertentu
Ketrampilan psikologis sangat penting diajarkan kepada altlet yang cedera  untuk rehabilitasi kaitannya dengan penetapan tujuan, positif self-talk, imagery/visualisasi dan pelatihan relaksasi.
a.    Penetapan tujuan dapat sangat berguna untuk rehabilitasi atlet yang cidera. Penetapan tujuan dapat mengurangi waktu pemulihan atlet yang cidera. Penetapan tujuan ini kaitanya dengan kapan atlet akan kembali ke kompetisi, berapa kali perminggu untuk terapi, bentuk latihan dan lama latihan. Motivasi yang berlebih dapat menyebabkan cidera selama masa terapi, karena aktifitasnya tidak sesuai aturan atau melebihi kemampuan atlet.
b.   Self-talk atau kata hati membantu mengatasi kepercayaan diri yang turun selama cidera. Atlet harus belajar menghilangkan pikiran negatif mereka, dan mengantinya dengan yang realistis dan positif. Misalkan saya tidak akan pernah menjadi baik, kata tersebut diganti menjadi aku merasa kecewa hari ini, tapi aku masih dalam tahap rehabilitasi, aku hanya perlu bersabar dan aku akan kembali menjadi yang terbaik.
c.    Visualisasi berguna selama masa rehabilitasi. Pemain atau atlet yang cidera perlu mengimajinasikan diri mereka dalam kompetisi, atau kembali berkompetisi. Atau atlet yang cidera otot mengimajinasikan ototnya pulih dengan cepat. Hal ini dapat mempercepat proses rehabilitasi atlet tersebut. Jadi, mereka yang membantu dalam proses rehabilitasi cidera perlu mendorong atlet berimajinasi ketika mereka berpartisipasi dalam olahraga meraka.
d.   Pelatihan relaksasi dapat berguna untuk menghilangkan rasa sakit dan stress, yang biasanya menyertai pada saat cidera dan pemulihan cidera. Atlet juga dapat mengunakan teknik relaksasi untuk memudahkan tidur dan mengurangi ketegangan.
5.      Mengajarkan bagaimana mengatasi kemunduran performa
Rehabilitasi cidera bukan ilmu yang pasti. Setiap orang pulih pada tingkat yang berbeda, dan kemunduran adalah hal yang biasa. Jadi, orang atau atlet yang cidera perlu belajar mengatasi kemunduran. Memberikan informasi pada atlet selama tahapan rehabilitasi akan terjadi kemunduran, dan pada saat yang sama mendorong atlet untuk mempertahankan sikap positif. Kemunduran adalah normal dan tidak perlu panik, jadi tidak perlu berkecil hati. Dengan demikian sasaran rehabilitasi perlu untuk dievaluasi dan didefiniskan ulang secara berkala.
6.      Memupuk dukungan sosial
Dukungan sosial sangat penting untuk atlet yang mengalami cidera. Dukungan sosial ini misalkan dukungan emosional dari teman-teman dan orang-orang terkasih, dukungan informasi dari pelatih, dalam bentuk pernyataan seperti “anda berada di jalur yang benar”. Berikut petunjuk pemberian dukungan sosial:
a.    Dukungan sosial sebagai sumber daya yang memfasilitasi. Hal ini dapat mengurangi stres, meningkatkan mood, meningkatkan motivasi untuk rehabilitasi, dan meningkatkan kepatuhan pengobatan. Dengan demikian, upaya-upaya harus dilakukan untuk memberikan dukungan sosial kepada atlet yang cidera.
b.   Secara umum, atlet beralih ke pelatih dan medis untuk dukungan informasi dan keluarga serta teman untuk dukungan emosional.
c.    Jenis dukungan sosial yang dibutuhkan atlet bervariasi di setiap tahap rehabilitasi. Sebagai contoh di fase cidera, dukungan informasi sangat penting, sehingga atlet jelas dan memahami cidera yang dialami. Pada tahap pemulihan diperlukan pelatih yang dapat membantu memotivasi dan mematuhi rencana rehabilitasi.
d.   Meskipun umumnya membantu, dukungan sosial dapat memiliki efek negatif terhadap atlet yang cidera. Hal ini terjadi dimana penyedia dukungan tidak memiliki hubungan yang baik dengan atlet, tidak memiliki kredibiltas di mata atlet, atau dukungan keterpaksaan dari atlet lain. Atlet melihat dukungan sosial bermanfaat ketika jenis dukungan sesuai dengan kebutuhan mereka dan penyampaian informasi yang baik bagi mereka.
7.      Belajar dari atlet yang pernah cidera
Cara lain yang baik untuk membantu atlet yang cidera dalam mengatasi cidera adalah dengan memperhatikan atau mematuhi rekomendasi atlet yang pernah cidera. Berikut rekomendasi dari atlet SKI AS, untuk atlet yang cidera, pelatih, dan tim medis olahraga:
1.                              Rekomendasi untuk atlet yang cidera
a)      Mempelajari tubuhnya dan menyesuiakan diri
b)      Terima dan secara positif menghadapi situasi
c)      Fokus pada pelatihan yang berkualitas
d)      Mendapatkan dan mengunakan sumber daya medis
e)      Mengunakan sumber daya sosial
f)       Menetapkan tujuan
g)      Merasa yakin dengan pelatih dan tenaga medis
h)       Melatih ketrampilan mental
i)        Mengunakan imajinasi
j)        Dan menjaga suasana yang kompetitif dan keterlibatan.


2.                              Rekomendasi untuk pelatih
a)      Pelatih memelihara kontak dan keterlibtan dengan atlet yang cidera
b)      Menunjukan empati positif dan dukungan
c)       Memahami variasi cidera individu dan emosi saat cidera
d)      Motivasi dan mendorong secara optimal
e)       Lingkungan yang berkualitas tinggi, pelatihan individual
f)        Memiliki kesabaran dan harapan yang realistis
g)      Jangan mengulangi menyingung cidera pada saat pelatihan

3.                              Rekomendasi untuk medis olahraga
a)      Mendidik dan menginformasikan atlet pada saat cidera dan rehabilitasi
b)      Mengunakan motivasi sesuai dan secara optimal mendorong
c)      Menunjukan empati dan dukungan
d)     Memiliki kepribadian yang mendukung (menjadi hangat, terbuka, dan tidak terlalu percaya diri)
e)      Memelihara interaksi yang baik dan menyesuaikan pelatihan
f)        Menunjukan kemampuan dan kepercayaan diri
g)      Mendorong kepercayaan diri atlet










BAB III
  KESIMPULAN
      Faktor psikologi  merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam performa atlet, selain faktor fisik, taktik dan teknik. Faktor mental atau psikologi juga sangat berkontribusi dalam mempengaruhi pencapaian prestasi atlet, tidak hanya itu faktor psikologi juga berpengaruh terhadap penyebab cederanya atlet maupun masa pemulihannya terhadap cedera tersebut. Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia olahraga diharapkan mengerti tentang aspek-aspek psikologi yang berpengaruh  dalam olahraga itu sendiri sehingga seorang pelatih dapat mengerti masalah-masalah yang dialami atlet, khususnya masalah psikis yang dialami atlet maupun penanganan terhadap atlet yang cedera. Dengan mengerti aspek- aspek tersebut pelatih diharapkan dapat memaksimalkan kemampuan yang ada dalam diri anak didiknya baik faktor fisik maupun mentalnya.



















Daftar Pustaka

Hadianto Wibowo. (1995). Pencegahan dan PeƱatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Leavitt, H.J. (1992) Psikologi manajemen, Jakarta: Erlangga
Satiadarma,M.P. (2000) Dasar-dasar psikologi olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Weinberg. R.S & Gould. D. (2007), Foundation of sport and exercise psychology. Champaign, IL: Human Kinetics.
































Selengkapnya....