Oleh:
Rubiyatno.S.Pd.jas
Psikologi
& Cedera atlet
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Olahraga baik yang bersifat olahraga
prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi
kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa
mengindahkan kaidah-kaidah kesehatan dapat pula menimbulkan dampak yang
merugikan bagi tubuh antara lain berupa cedera olahraga. Adapun penyebab cedera
tersebut sangat bermacam-macam baik dari faktor fisik maupun psikis atlet
tersebut. Faktor
fisik merupakan penyebab utama cidera olahraga, tetapi faktor psikologis juga
dapat berkontribusi terhadap penyebab cedera. Faktor psikologis juga mempunyai peran penting dalam masa
rehabilitasi cidera. Dengan demikian perlu dipahami tentang reaksi psikologis
cidera dan cara-cara memfasilitasi masa pemulihan cedera tersebut agar dapat
menolong atlet dari cedera sekaligus mengembalikan keadaan psikisnya..
Sejak lebih kurang dari setengah abad yang lalu para psikolog telah membahas tentang adanya
hubungan timbal balik antara jiwa dan raga,
atau antara gejala fisik dan psikis. Perasaan atau emosi memegang
peranan penting dalam hidup manusia. Semua gejala emosional seperti: rasa
takut, marah, cemas, stress, penuh harapan, rasa senang dan sebagainya, dapat
mempengaruhi perubahan-perubahan kondisi fisik seseorang. Perasaan atau emosi
dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologi seperti: ketegangan otot,
meningkatnya denyut jantung, peredaran darah, pernafasan, serta berfungsinya
kelenjar-kelenjar hormon tertentu. Sehubungan dengan hal itu semua maka jelaslah
bahwa gejala psikis akan mempengaruhi
penampilan dan prestasi atlet (pelaku olahraga). Dalam hal ini pengaruh
gangguan emosional perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat
mempengaruhi "psychological
stability" atau keseimbangan psikis secara keseluruhan, dan ini sangat
berakibat terhadap pencapaian prestasi atlet maupun tingkat cedera yang akan
dialami.
B.
Rumusan
Masalah
- Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi cidera?
- Bagaimana hubungan stress dan cidera?
3. Bagaimana reaksi psikologis atlet
yang mengalami cidera?
4.
Bagaimana peran psikologi olahraga selama masa rehabilitasi?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Faktor-faktor
penyebab cedera
Adapun faktor – faktor penyebab cedera antara lain:
Faktor fisik
Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integumen,
otot dan rangka yang disebabkan oleh kegiatan olahraga. Cedera olahraga
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kesalahan metode latihan, kelainan
struktural maupun kelemahan fisiologis fungsi jaringan penyokong dan otot (Bahr
et al. 2003)
1.
Kesalahan Metode Latihan
Metode
latihan yang salah merupakan penyebab paling sering cedera pada otot dan sendi.
Beberapa hal yang sering terjadi adalah :
a. Tidak
dilaksanakannya pemanasan dan pendinginan yang memadai sehingga latihan fisik yang
terjadi secara fisiologis tidak dapat diadaptasi oleh tubuh.
b. Penggunakan
intensitas, frekuensi, durasi dan jenis latihan yang tidak sesuai dengan keadaan
fisik seseorang maupun kaidah kesehatan secara umum.
c. Prinsip latihan overload sering diterjemahkan
sebagai latihan yang didasarkan pada prinsip
“no gain no pain” serta frekuensi
latihan yang sangat tinggi. Hal ini tidak tepat
mengingat
rasa nyeri merupakan sinyal adanya cedera dalam tubuh baik berupa micro injury maupun macro injury. Pada
keadaan ini tubuh tidak memiliki waktu untuk memperbaiki jaringan yang rusak
tersebut (Stevenson et al. 2000).
2.
Kelainan Struktural.
Kelainan
struktural bisa meningkatkan kepekaan seseorang terhadap cedera olah raga
karena pada keadaan ini terjadi tekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh
tertentu.Sebagai contoh, jika panjang kedua tungkai tidak sama, maka pinggul
dan lutut pada tungkai yang lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih
besar. Faktor biomekanika yang menyebabkan cedera kaki, tungkai dan pinggul
adalah pada saat pronasi (pemutaran kaki ke dalam setelah menyentuh tanah).
Pronasi sampai derajat tertentu adalah normal dan mencegah cedera dengan cara
membantu menyalurkan kekuatan menghentak ke seluruh kaki. Pronasi yang berlebihan
bisa menyebabkan nyeri pada kaki, lutut dan tungkai. Pergelangan kaki sangat
lentur sehingga ketika berjalan atau berlari, lengkung kaki menyentuh tanah dan
kaki menjadi rata. Jika seseorang memiliki pergelangan kaki yang kaku, maka
akan terjadi hal sebaliknya yaitu pronasi yang kurang. Kaki tampak memiliki
lengkung yang sangat tinggi dan tidak dapat menahan goncangan dengan baik,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya retakan kecil dalam tulang kaki dan
tungkai (fraktur karena tekanan) (Gleim et al. 1997).
3.
Kelemahan Otot, Tendon & Ligamen.
Jika
mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya, maka
otot,tendon dan ligamen akan mengalami robekan. Sendi lebih peka terhadap
cedera jika otot dan ligamen yang menyokongnya lemah. Tulang yang rapuh karena
osteoporosis mudah mengalami patah tulang (fraktur). Latihan penguatan bisa
membantu mencegah terjadinya cedera. Satu- satunya cara untuk memperkuat otot
adalah berlatih melawan tahanan, yang secara bertahap kekuatannya ditambah
(Meeuwisse 1994).
Faktor Psikis
Faktor psikologis ternyata
berpengaruh terhadap tingkat cedera yang diderita oleh atlet, hal ini terbukti
telah diteliti oleh Rotela dan
teman-teman bahwa faktor
kepribadian, level stress dan beberapa sikap tertentu adalah penyebab terjadinya
cidera. Adapun faktor-faktor tersebut antara
lain adalah:
1. Faktor kepribadian
Faktor
kepribadian adalah faktor yang pertama yang berhubungan dengan cidera atlet. Para
peneliti ingin memahami apakah konsep
diri, pengaruh dari dalam
maupun luar dan berpikir keras sangat berhubungan dengan cidera tersebut. Atlet yang
mempunyai konsep diri yang rendah mudah terkena cidera dibandingkan dengan atlet yang mempunyai konsep diri tinggi. Penelitian
terbaru menunjukan bahwa faktor pesonaliti seperti optimisme, percaya diri,
ketabahan dan kecemasan berperan dalam cidera atlet.
2. Tingkat
stress
Telah
diidentifikasi bahwa
tingkat stres berperan penting dalam cidera atlet. Penelitian
telah membuktikan
hubungan antara tekanan hidup dan tingkat cidera. Pengukuran tingkat stres ini
di fokuskan pada perubahan hidup,contohnya putus cinta, pindah ke kota baru,
atau perubahan status ekonomi. Secara keseluruhan bukti-bukti menunjukan bahwa atlet dengan
pengalaman tekanan hidup yang lebih tinggi lebih sering cidera dibandingkan atlet dengan
tekanan hidup yang lebih rendah. Sebaiknya para instruktur profesional
sebaiknya memahami perubahan ini, secara hati-hati memonitor dan memberikan
pelatihan hidup secara psikologis. Penelitian juga
telah mengidentifikasi stress muncul pada atlet ketika cidera dan ketika di rehabiitasi saat cidera.
Contohnya kurangnya perhatian dan terisolasi.
Teknik managemen pelatihan stress tidak hanya menolong atlet dan instrutur
untuk lebih efektif
secara penampilan tetapi juga mungkin
menghindari resiko mereka terkena
cidera dan
sakit.
B.
Hubungan Stres dan cedera
Ada dua teori
yang akan menjelaskan hubungan antara stress dan cidera.
- Perhatian yang tergangu
Satu hal yang pasti adalah bahwa stress akan mengangu
perhatian seorang atlit dengan
kurangnya perhatian
akan sekelilingnya.
Contohnya seorang pemain
quaterback dalam American football mengalami tekanan stress yang tinggi akan berkemungkinan
cidera karena dia tidak melihat pemain bertahan lainnya berlari di
depannya sehingga kemungkinan besar akan terjadi
benturan dengan pemain belakang lawan. Ketika tingkatan stressnya lebih
rendah, seorang quarterback akan mempunyai fokus perhatian akan lapangan maupun musuh
disekelilingnya sehingga dapat mengurangi benturan dari pemain bertahan lawan
dan mengurangi resiko cidera.
- Ketegangan Otot
Stress tingkat tinggi dapat timbul bersamaan dengan
ketegangan otot yang bertentangan dengan kondisi normal dan meningkatkan peluang untuk cidera.
Guru dan pelatih yang mempunyai seorang atlet yang
kehidupannya mengalami perubahan (seorang siswa yang orang tuanya bercerai), sebaiknya
sangat memperhatikan sikap atlit tersebut , jika menunjukan tanda-tanda
ketegangan otot atau sulit untuk fokus ketika tampil, adalah hal yang bijak diberikan pelatihan stress.
- Faktor psikologi lainnya yang merupakan penyebab cedera
Hal lain yang
menyebabkan stress menurut
ahli psikologi adalah beberapa sikap para pelatih, seperti “act tough and
always give 110%” atau “jangan menerima
apa adanya atau
berusaha keras dan selalu memberikan 110%” jika kamu cidera kamu tidak
berharga, sikap-sikap ini juga
sangat memungkinan menyebabkan atlet cidera.
1. Act Tough and give 110%
Semboyan atau slogan seperti
berusaha keras atau pulang, tidak sakit tidak ada penghargaan, pergi untuk
bertempur
adalah
ucapan-ucapan pelatih untuk
menyemangati. Para pelatih memaksa atlit-atlit mereka bekerja
keras atau selalu mengambil resiko.
Seharusnya kata-kata ini tidak ditekankan terlalu sering, sehingga atlet siap
mengambil resiko, seperti menekel lawan dalam sepakbola sehingga terjadi
cidera.
2. Jika kamu
cidera kamu tidak berharga
Beberapa orang
merasa tidak berharga ketika mereka terluka, sikap ini berkembang melalui
beberapa hal. Pelatih boleh menyampaikan, menyadarkan bahwa kemenangan adalah lebih
penting di bandingkan kesejahteraan atlet. Ketika seorang pemain atau atlet cidera, tidak memberikan kontribusi
untuk menang. Atlet yang cidera
terkadang tetap bermain
sehingga cideranya semakin parah.
C. Reaksi
psikologis atlet yang cidera
Cidera
tidak dapat di pisahkan dari aktifitas fisik, meski pun memiliki peralatan yang
lengkap, resiko cidera tidak dapat di pisahkan. Ahli psikologi dan pelatih
atlet mengidentifikasi beberapa reaksi psikologis akibat cidera. Olahragawaan
dan instruktur kebugaran harus mengamati beberapa respon/tangapan dari cidera
tersebut yang antara lain:
1.
Tanggapan
emosional
Reaksi pertama atlet yang mengalami
cidera adalah perasaan sedih. reaksi kesedihan
yang ditandai dengan empat tahapan kesedihan:
a. Penolakan
b.
Kemarahan
c. Depresi
Atlit yang mengalami cidera menunjukan
reaksi kesedihan dan reaksi emosional. akan tetapi terkadang tidak selalu mengikuti
atau sesuai tahapan di atas. Berikut tiga reaksi secara umum atlit yang
mengalami cidera:
a) Pengolahan informasi relevan cidera
Atlet yang cidera fokus pada
informasi yang terkait dengan cideranya, kesadaran tingkat cidera, bagaimana
cidera itu terjadi dan konsekuesi negative atau ketidak nyamanan
b) Pergolakan emosi dan perilaku
reaktif: Atlet menyadari bahwa dia cidera, menjadi gelisah, bimbang, merasa
emosional, terisolasi dan merasa shock, tidak percaya, menolak dan merasa
kasihan/mengkasihani diri sendiri.
c) Harapan positif dan penerimaan
Atlet yang dapat menerima keadaan
cidera akan memiliki sikap yang baik dan optimis. Penerimaan atas kondisi
cidera ini masing-masing atlet bervariasi, ada yang dalam sehari dan ada yang
berminggu-minggu atau bahkan beberapa bulan.
2. Tanggapan yang lain atau reaksi lain
Reaksi tambahan psikologis atlet
yang mengalami cidera, antara lain:
a) Kehilangan identitas.
Beberapa
atlet yang tidak dapat berpartisipasi karena cidera kehilangan identitas
pribadi. Artinya, bagian penting dari diri mereka hilang, dan mempengaruhi
kosep diri.
b) Ketakutan dan kecemasan
Ketika cidera, banyak atlet
mengalami ketakutan dan kecemasan tingkat tinggi. Mereka kawatir apakah mereka
akan pulih, apakah akan kembali cidera, apakah ada seseorang yang akan menggantikan
mereka secara permanen dalam lineup club.
c) Kurangnya kepercayaan diri Mengingat
ketidakmampuan untuk berlatih dan bersaing, dan status memburuk fisik mereka,
atlet kehilangan kepercayaan diri setelah cidera. Menurunnya kepercayaan dapat
berakibat penurunan motivasi, penurunan penampilan, atau cidera bertambah jika
atlet berlebihan (kurang kepercayaan).
d) Penurunan penampilan.
Karena penurunan kepercayaan dan kehilangan
waktu latihan, atlet mengalami penurunan penampilan. Banyak atlet mengalami
penurunan penampilan setelah cidera dan berharap untuk kembali ke level
penampilan seperti sebelum cidera.
3.
Psikologi
atlet saat cedera
Tangapan orang (atlet) pada saat cidera
menunjukan emosi negatif, namun mereka tidak kesulitan dalam menghadapinya.
Berikut tanda emosional atlet pada saat cidera.
· Perasaan
marah dan kebingungan
· Obsesi
dengan pertanyaan tentang kapan bisa kembali bermain
· Penolakan
(misal, cidera adalah bukan masalah besar)
· Ingin
segera kembali dan megalami masa sebelum cidera
· Mengeluh
· Merasa
bersalah membiarkan tim terpuruk
· Menarik
diri dari orang lain
· Cepat
berubah suasana hati
Seorang instruktur kebugaran dan
pelatih yang megetahui gejala-gejala ini harus menyarankan untuk di diskusikan
ke psikolog olahraga atau konselor. Dalam hal ini bila ada rekasi tidak normal akibat
cidera sebaiknya di rujuk ke psikolog olahraga.
D. Peran psikologi olahraga dalam
cidera dan rehabilitasi
Psikologi memfasilitasi proses pemulihan
cidera, lebih mengunakan pendekatan holistik untuk penyembuhkan baik pikiran
maupun fisik. Memahami psikologi pemulihan cidera adalah sangat penting bagi
semua yang terlibat dalam olahraga dan latihan.
1.
Pemulihan Psikologi
Peneliti melakukan wawancara,
menilai sikap dan pandangan, stress dan control stress, dukungan sosial,
positif self-talk (kata hati), imajinasi penyembuhan, penetapan tujuan dan
keyakinan. Mereka menemukan bahwa atlet yang mempunyai positive self talk yang
tinggi akan mengalami penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan atlet yang
mempunyai self talk positive yang rendah.
Selain itu faktor yang penting dalam proses rehabilitasi adalah emosi dan
motivasi atlet selama masa rehabilitasi. Atlet yang mempunyai emosi yang baik
dalam hal ini mematuhi peraturan medis selama proses penyembuhan akan dapat
mempercepat proses penyembuhan, motivasi atlet selama proses rehabilitasi juga
mempengaruhi keberhasilan pemulihan.
Pendekatan holistic adalah yang merupakan
pendekatan yang sangat disarankan oleh ahli psikologi untuk pemulihan cidera
atlet. Berikut langkah-langkah proses penyembuhan dan pemulihan secara
psikologi.
a. Tahap cidera
Membantu atlet menghadapi pergolakan
emosi pada saat cidera.
b. Tahap rehabilitasi dan pemulihan
Membantu atlet mempertahankan
motivasi dan kepatuhan terhadap aturan rehabilitasi
c. Tahap kembali ke aktifitas penuh
Kesembuhan
penuh tidaklah lengkap sampai atlet kembali ke keadaan normal dalam
olahraganya. Di awal cidera atau fase penyakit, yang harus dilakukan adalah fokus
pada membantu menangani pergolakan emosi atlet yang cidera. Atlet mengalami
kondisi stress karena tidak memahami cidera atau kondisi cidera, sehingga
dokter perlu memberi penjelasan kaitannya dengan seberapa parah cideranya.
Tahap rehabilitasi dan pemulihan, pada tahapan ini atlet yang mengalami cidera
dibantu dalam mempertahankan motivasi, dan aturan rehabilitasi. Penetapan
tujuan dan mempertahankan sikap positif, terutama pada saat cidera atau
kemunduran fisik. Tahap terakhir adalah kembali pada aktifitas penuh meskipun
secara fisik atlet sudah sembuh, kesembuhan belum lengkap sampai dia kembali
kondisi normal dalam berolahraga. Selain itu ada beberapa hal penting yang
harus dipahami, memfasilitasi proses rehabilitasi, membangun hubungan dengan
atlet yang cidera, mendidik atlet tentang proses dan pemulihan cidera,
mengajarkan ketrampilan psikologis, mempersiapkan atlet untuk mengatasi
kemunduran, membina dukungan sosial, dan belajar atau mendorong atlet untuk
belajar dari atlet lain yang cidera.
2.
Membangun hubungan dengan atlet
cidera
Ketika
atlet cidera, mereka sering mengalami ketidakpercayaan atas cedera tersebut,
frustasi, kemarahan, kebingungan, dan kerentanan. Emosi tersebut dapat
menyulitkan bagi penolong untuk menjalin hubungan dengan atlet yang mengalami cidera.
Dengan berempati dapat membantu memahami bagaimana perasaan orang yang cidera.
Membangun hubungan, jangan terlalu memberi harapan dengan pemulihan cepat.
Sebaiknya, bersikap positif dan melakukan pendekatan tim untuk pemulihan. Jadi
perlunya kebersamaan dalam proses penyembuhan, sehingga atlet lebih termotivasi
dan mempunyai pikiran positif.
3.
Mendidik atlet yang cidera tentang
proses dan pemulihan cidera.
Atlet yang
cidera atau pertama kali cidera, biasanya belum paham tentang apa yang terjadi
pada dirinya. Memberikan pemahaman secara praktis dapat membantu atlet memahami
cidera, misalkan atlet gulat yang mengalami cidera patah tulang, seorang
pelatih memberi penjelasan dengan sebuah tongkat yang di patahkan menyerupai
apa yang terjadi pada atlet. Secara tidak langsung atlet memahami apa yang
terjadi atau kondisi pada dirinya sendiri. Selain itu perlu dijelaskan pada
atlet yang cidera waktu kesembuhannya, misalkan dalam waktu 3 bulan sembuh atau
pulih, tidak boleh di katakan atau di jelaskan dalam 1 bulan sembuh atau pulih,
karena hal ini dapat berdampak pada sikap atlet dan dapat menyebabkan kemunduran
pemulihan.
4.
Mengajar ketrampilan psikologis
tertentu
Ketrampilan
psikologis sangat penting diajarkan kepada altlet yang cedera untuk rehabilitasi kaitannya dengan penetapan
tujuan, positif self-talk, imagery/visualisasi dan pelatihan relaksasi.
a. Penetapan tujuan dapat sangat
berguna untuk rehabilitasi atlet yang cidera. Penetapan tujuan dapat mengurangi
waktu pemulihan atlet yang cidera. Penetapan tujuan ini kaitanya dengan kapan
atlet akan kembali ke kompetisi, berapa kali perminggu untuk terapi, bentuk
latihan dan lama latihan. Motivasi yang berlebih dapat menyebabkan cidera
selama masa terapi, karena aktifitasnya tidak sesuai aturan atau melebihi
kemampuan atlet.
b. Self-talk atau kata hati membantu
mengatasi kepercayaan diri yang turun selama cidera. Atlet harus belajar
menghilangkan pikiran negatif mereka, dan mengantinya dengan yang realistis dan
positif. Misalkan saya tidak akan pernah menjadi baik, kata tersebut diganti
menjadi aku merasa kecewa hari ini, tapi aku masih dalam tahap rehabilitasi, aku
hanya perlu bersabar dan aku akan kembali menjadi yang terbaik.
c. Visualisasi berguna selama masa
rehabilitasi. Pemain atau atlet yang cidera perlu mengimajinasikan diri mereka
dalam kompetisi, atau kembali berkompetisi. Atau atlet yang cidera otot mengimajinasikan
ototnya pulih dengan cepat. Hal ini dapat mempercepat proses rehabilitasi atlet
tersebut. Jadi, mereka yang membantu dalam proses rehabilitasi cidera perlu
mendorong atlet berimajinasi ketika mereka berpartisipasi dalam olahraga
meraka.
d. Pelatihan relaksasi dapat berguna
untuk menghilangkan rasa sakit dan stress, yang biasanya menyertai pada saat
cidera dan pemulihan cidera. Atlet juga dapat mengunakan teknik relaksasi untuk
memudahkan tidur dan mengurangi ketegangan.
5.
Mengajarkan bagaimana mengatasi
kemunduran performa
Rehabilitasi cidera bukan ilmu yang
pasti. Setiap orang pulih pada tingkat yang berbeda, dan kemunduran adalah hal
yang biasa. Jadi, orang atau atlet yang cidera perlu belajar mengatasi
kemunduran. Memberikan informasi pada atlet selama tahapan rehabilitasi akan terjadi
kemunduran, dan pada saat yang sama mendorong atlet untuk mempertahankan sikap
positif. Kemunduran adalah normal dan tidak perlu panik, jadi tidak perlu
berkecil hati. Dengan demikian sasaran rehabilitasi perlu untuk dievaluasi dan
didefiniskan ulang secara berkala.
6.
Memupuk dukungan sosial
Dukungan
sosial sangat penting untuk atlet yang mengalami cidera. Dukungan sosial ini
misalkan dukungan emosional dari teman-teman dan orang-orang terkasih, dukungan
informasi dari pelatih, dalam bentuk pernyataan seperti “anda berada di jalur
yang benar”. Berikut petunjuk pemberian dukungan sosial:
a. Dukungan sosial sebagai sumber daya
yang memfasilitasi. Hal ini dapat mengurangi stres, meningkatkan mood,
meningkatkan motivasi untuk rehabilitasi, dan meningkatkan kepatuhan
pengobatan. Dengan demikian, upaya-upaya harus dilakukan untuk memberikan
dukungan sosial kepada atlet yang cidera.
b. Secara umum, atlet beralih ke
pelatih dan medis untuk dukungan informasi dan keluarga serta teman untuk
dukungan emosional.
c. Jenis dukungan sosial yang
dibutuhkan atlet bervariasi di setiap tahap rehabilitasi. Sebagai contoh di
fase cidera, dukungan informasi sangat penting, sehingga atlet jelas dan
memahami cidera yang dialami. Pada tahap pemulihan diperlukan pelatih yang
dapat membantu memotivasi dan mematuhi rencana rehabilitasi.
d. Meskipun umumnya membantu, dukungan
sosial dapat memiliki efek negatif terhadap atlet yang cidera. Hal ini terjadi
dimana penyedia dukungan tidak memiliki hubungan yang baik dengan atlet, tidak
memiliki kredibiltas di mata atlet, atau dukungan keterpaksaan dari atlet lain.
Atlet melihat dukungan sosial bermanfaat ketika jenis dukungan sesuai dengan
kebutuhan mereka dan penyampaian informasi yang baik bagi mereka.
7.
Belajar dari atlet yang pernah
cidera
Cara lain
yang baik untuk membantu atlet yang cidera dalam mengatasi cidera adalah dengan
memperhatikan atau mematuhi rekomendasi atlet yang pernah cidera. Berikut
rekomendasi dari atlet SKI AS, untuk atlet yang cidera, pelatih, dan tim medis
olahraga:
1.
Rekomendasi untuk atlet yang cidera
a) Mempelajari tubuhnya dan
menyesuiakan diri
b) Terima dan secara positif menghadapi
situasi
c) Fokus pada pelatihan yang
berkualitas
d) Mendapatkan dan mengunakan sumber
daya medis
e) Mengunakan sumber daya sosial
f) Menetapkan tujuan
g) Merasa yakin dengan pelatih dan
tenaga medis
h) Melatih ketrampilan mental
i)
Mengunakan
imajinasi
j)
Dan
menjaga suasana yang kompetitif dan keterlibatan.
2.
Rekomendasi untuk pelatih
a) Pelatih memelihara kontak dan
keterlibtan dengan atlet yang cidera
b) Menunjukan empati positif dan
dukungan
c) Memahami variasi cidera individu dan
emosi saat cidera
d) Motivasi dan mendorong secara
optimal
e) Lingkungan yang berkualitas tinggi,
pelatihan individual
f) Memiliki kesabaran dan harapan yang
realistis
g) Jangan mengulangi menyingung cidera
pada saat pelatihan
3.
Rekomendasi untuk medis olahraga
a) Mendidik dan menginformasikan atlet
pada saat cidera dan rehabilitasi
b) Mengunakan motivasi sesuai dan
secara optimal mendorong
c) Menunjukan empati dan dukungan
d) Memiliki kepribadian yang mendukung
(menjadi hangat, terbuka, dan tidak terlalu percaya diri)
e) Memelihara interaksi yang baik dan
menyesuaikan pelatihan
f) Menunjukan kemampuan dan kepercayaan
diri
g) Mendorong kepercayaan diri atlet
BAB
III
KESIMPULAN
Faktor psikologi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
performa atlet, selain faktor fisik, taktik dan teknik. Faktor mental atau
psikologi juga sangat berkontribusi dalam mempengaruhi pencapaian prestasi
atlet, tidak hanya itu faktor psikologi juga berpengaruh terhadap penyebab
cederanya atlet maupun masa pemulihannya terhadap cedera tersebut. Sebagai
orang yang berkecimpung dalam dunia olahraga diharapkan mengerti tentang
aspek-aspek psikologi yang berpengaruh dalam olahraga itu sendiri sehingga seorang
pelatih dapat mengerti masalah-masalah yang dialami atlet, khususnya masalah
psikis yang dialami atlet maupun penanganan terhadap atlet yang cedera. Dengan
mengerti aspek- aspek tersebut pelatih diharapkan dapat memaksimalkan kemampuan
yang ada dalam diri anak didiknya baik faktor fisik maupun mentalnya.
Daftar Pustaka
Hadianto
Wibowo. (1995). Pencegahan dan Peñatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
http://id.hicow.com/olahraga-psikologi/psikologi/olahraga-51150.html diakses tanggal 29 maret 2012
Leavitt,
H.J. (1992) Psikologi manajemen,
Jakarta: Erlangga
Satiadarma,M.P.
(2000) Dasar-dasar psikologi olahraga.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Weinberg. R.S & Gould. D. (2007), Foundation of sport and exercise
psychology. Champaign, IL: Human Kinetics.
0 komentar:
Posting Komentar